ADA tiga catatan kelam yang mewarnai seleksi penyelenggara pemilu (KPU-Bawaslu) Periode 2022-2027 sebagaimana telah mengantarkan tujuh komisioner KPU RI dan lima komisioner Bawaslu RI terpilih.
Pertama, seleksi tahap kedua yang digawangi oleh Timsel: CAT, uji makalah, dan psikotes ditengarai hasilnya tidak transparan. Kedua, seleksi tahap akhir, fit and proper test yang dijalankan Komisi II DPR RI minim objektivitas, karena sebagian besar nama yang terpilih identik dengan daftar nama yang beredar beberapa hari sebelumnya di sekitar kompleks parlemen. Konon uji kelayakan dan kepatutan belum usai, Parpol sudah kantongi nama-nama komisioner terpilih. Ketiga, komisioner terpilih baik KPU maupun Bawaslu, tidak mengakomodasi 30 persen keterwakilan perempuan seperti tuntutan beberapa aktivis pemilu.
Tidak ada pemilu berkualitas tanpa kualitas penyelenggara dan aturan pemilu. Penyelenggara dan aturan merupakan dua elemen yang mendeterminasi catur sukses elektoral, pemilu dan pilkada serentak 2024.
Kualitas Penyelenggara
Pertama-tama cara menyikapi seluruh komisioner terpilih hasil uji kepatutan DPR RI tersebut, mari kita mengelola “kekecewaan” menjadi optimisme. Secerca harapan masih ada, sepanjang para komisioner terpilih menumbuhkan karakter diri yang independen, kuat, dan mandiri. Tidak ada politik balas budi, dari mereka yang pernah memberikan suara keterpilihan untuk dirinya. Demi penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil, mereka ingin murka, durhaka bak anak Malin Kundang, matedde ati (keras kepala), untuk setiap perwakilan partai politik yang pernah memilihnya tidak mengapa. Sebab sekarang, KPU dan Bawaslu terpilih pilihan daulat rakyat, bukan pilihan daulat parpol.
Dari aspek rekam jejak dan pengalaman KPU – Bawaslu terpilih cukup menjanjikan kualitas mereka. Rata-rata yang terpilih sudah lama mengabdi sebagai penyelenggara di daerah. Berikutnya masing-masing disertai dengan perwakilan incumbent, kehadirannya bisa mencairkan kebekuan beberapa pendatang baru untuk beradaptasi melanjutkan tugas elektoral 2024.
Bonus bagi KPU RI, tentunya karena mendapatkan satu komisioner terpilih dari Bawaslu RI periode 2017 - 2022, Mochammad Afifuddin. Dengan hadirnya Afif di KPU RI, diharapkan bisa menutup lubang pembentukan PKPU yang kadang mengundang multitafsir di tataran praktik. Termasuk kepadanya sangat diharapkan mendamaikan kedua lembaga ini saat masing-masing melakukan pembahasan rancangan peraturan teknis. Tidak lagi seperti dahulu, perdebatan yang muncul saat pembahasan tidak kunjung menemukan kesepakatan, hingga pada akhirnya saat proses penyelenggaraan pemilu masalah itu terus berlanjut, sampai melibatkan institusi pengadilan, MA dan MK.
Dan sekalipun setiap komisioner terpilih itu hendak menggadaikan integritasnya. Tidak perlu kita was-was dengan kualitas pemilu 2024. UU Pemilu masih menyisakan satu lembaga, DKPP yang bertujuan menjaga kode etik penyelenggara sepanjang masa jabatannya. Taring dan taji DKPP sudah menunjukkan ketajamannya, tidak hanya menjatuhkan sanksi kepada penyelenggara pemilu di daerah, tetapi penyelenggara di pusat pun sudah merasakan kerasnya sanksi pemberhentian melalui putusan DKPP. Ketua KPU RI pun, kala itu didepak dari jabatannya karena dianggap mencampuradukkan antara kewenangan dengan hubungan pertemanannya kepada salah satu komisioner yang sedang menggugat pemberhentian dirinya di Pengadilan Tata Usaha Negara.
Bahkan seluruh komisioner terpilih saat ini, ada garansi penggantian antar waktu untuk menunjukan kualitas dirinya; agar selalu bertindak jujur, adil, efektif, efisien, akuntabel dan profesional. Misalnya lima komisioner terpilih Bawaslu diberhentikan, tujuh komisioner terpilih KPU diberhentikan, masih ada cadangan yang bisa menggantikan untuk kesemuanya. Sekali saja mereka, tidak menunjukkan kualitasnya, cadangan pengganti sudah mulai buka baju dan melakukan pemanasan di luar lapangan.
Kualitas Pemilu
Lebih lanjut mengenai penentuan kualitas pemilu berikutnya, yaitu kecakapan para penyelenggara mengeksekusi peraturan teknis kepemiluan. Diantaranya, menyusun rancangan peraturan KPU tahapan, program, dan jadwal untuk pemilu 2024.
Pekerjaan berat sudah menanti mereka, sebab sekalipun sudah disepakati jadwal pemilu jatuh tempo pada 14 Februari 2024 dan Pilkada 27 November 2024. Ada permintaan agar memperpendek jadwal kampanye pemilu, dan mengevaluasi pembiayaan pemilu yang tadinya diajukan sebesar Rp.86 triliun.
Kemudian, jangan dilupakan pula untuk pembentukan PKPU pencalonan anggota legislatif. Terdapat satu masalah klasik yang juga sudah berkali-kali menjadi konflik laten antara KPU dan Bawaslu, yakni syarat pencalonan anggota legislatif yang berstatus mantan narapidana. Dengan melalui rancangan PKPU Pencalonan, diharapkan ada titik temu antara KPU dan Bawaslu; apakah bagi mantan narapidana bisa secara langsung memenuhi syarat sebagai calon anggota legislatif? Ataukah harus menunggu jeda lima tahun terhitung dari selesainya menjalani masa pemidanaan? Masalah ini penting ditemukan jawabannya, kemudian dituangkan dalam PKPU, dengan mengingat tafsir calon kepala daerah berstatus mantan narapidana berdasarkan putusan MK Nomor 4/PUU-VII/2009 berlaku pula ternyata di dalamnya uji materil calon anggota legislatif berstatus mantan narapidana.
Lebih dan kurangnya, apalagi yang perlu dilakukan perbaikan, kalau bukan PKPU Pemungutan dan Penghitungan Suara. Tragedi kematian 722 petugas (KPPS, PPS, PPK) pada pemilu 2019 karena beban kerja yang begitu berat akibat desain pemilu lima kotak, membutuhkan terobosan hukum melalui penyederhanaan suara menjadi satu, dua, atau tiga surat suara untuk lima jenis pemilu. Atau kalau tetap hendak mempertahankan sistem lima kotak, mekanisme penghitungannya bisa dibuat menjadi paralel. Tahap pertama, penghitungan suara Pilpres, DPR, dan DPD. Tahap kedua, penghitungan suara DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
Terwujudnya pemilu berkualitas dengan melalui penyelenggara dan aturan yang berkualitas bukan hanya soal kepentingan dan kebutuhan peserta pemilu. Tapi juga menyangkut trust rakyat pemilih, suaranya bisa terkawal dengan baik, hingga terkonversi menjadi kursi.*
Oleh:
DAMANG AVERROES AL-KAHWARIZMI
PRAKTISI HUKUM