Para pendukung Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) dengan serta merta mengatakan kepada pihak yang menolak gerakannya adalah kelompok yang tidak mau mengakui Hak Asasi Manusia. Bahkan dengan seenaknya menuduh agamawan, rohaniawan sebagai kelas konservatif dalam memahami ajaran agamanya.
Benarkan tuduhan para aktivis LGBT ini? saya kira dengan dalil apapun sungguh perbuatan mereka tidak dapat dibenarkan. Tatkalah menuduh orang-orang yang kontra dengan propagandanya, justeru merekalah yang gagal paham terhadap hakikat kediriannya.
Makro Kosmos
Sungguh kedirian manusia itu amatlah kecil dari seisi alam jagat raya ini. Sehingga, kebebasan kehendak yang dianugerahkannya, bukan kesempurnaan andaikata tidak disinkronkan dengan “akal”, yang sudah jauh hari Allah SWT sudah memberkahi dengan kelebihan yang demikian.
Jika para pendukung LGBT mengatakan sudah melakukan pengkajian terhadap ayat-ayat Tuhan. Lalu ditarik kesimpulan, tidak ada satu pun ayat yang menolak perbuatan mereka. It’s okey, kendati mereka salah dalam memahami esensi ayat-ayat Tuhan yang melarang perihal perbuatan itu.
Tapi harus diketahui tidak sembarang Allah SWT menarasikan sejarah kehancuran kaum Luth andaikata itu dibenarkan. Sebab mengapa? Kekuasaan Tuhan itu selalu ditunjukan dengan hasil ciptaan-Nya sendiri. Ia tidak menciptakan bumi saja sebagai tempat menghuni manusia, tetapi juga disandingkannya dengan langit yang menjadi atap bumi persada itu. Ia tidak menciptakan hanya daratan, tetapi Ia menyempurnakannya dengan lautan, samudera raya yang maha kaya, yang luasnya melebihi dari daratan itu. Bahkan waktu pun dibuat-Nya menjadi silih berganti, siang-malam, agar bisa menjadi tanda-tanda bagi para ulil albab (kaum yang berpikir).
Penekanannya pada frasa “ulil albab”. Diperintahkan kepada kita untuk berpikir agar bisa menjangkau hakikat dari segala tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kalau para filsuf di zaman Yunani mendalilkan bahwa manusia adalah bahagian kecil dari pusat jagat raya ini. Maka perkataan itu merupakan “bukti dahsyat”, manusia hanyalah entitas terkecil (mikro kosmos) dari luasnya alam semesta (makro kosmos).
Dan kalau merasa sebagai bahagian terkecil saja. Maka perintah selanjutnya, kenalilah “kedirian” Tuhan itu melalui ciptaan-Nya. Para aktivis LGBT harusnya melakonkan peran ini, jangan hanya menerima mentah-mentah “proyek” asing dengan konsepsi hak asasi manusia. Bukankah hak asasi manusia itu sendiri sumbernya dari kekuatan maha dahsyat alam, sebagai asumsi natural yang harus dilidungi.
Sosio historis hak asasi sebagai sesuatu yang alami menjadi penting untuk kembali, kita menengok kebelakang sembari menelusuri awal mula “hak” itu terpancarkan dalam diri setiap manusia. Alam semesta akan menjadi hancur andaikata diwujudkan hanya dalam satu bentuk yang tidak ada pembandingnya.
Kalau ada daratan, maka ada lautan. Kalau ada bumi maka ada langit. Kalau ada matahari maka ada bulan. Kalau ada siang maka ada malam. Kalau ada laki-laki maka ada perempuan. Itu semua hakikatnya. Falsafah China turut membenarkannya; hanyalah dengan menyatunya “Ying” da “Yang” maka kesempurnaan itu akan tercapai. Dan kalau antar “Ying” saja ataukah “Yang” saja, maka hanyalah kefanaan (binasa) yang akan datang.
Sejarah Lut’h
Berpijak dari argumentasi di atas, sebagai alam pembangunan rasio penolakan legalisasi; Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Maka pada poin itu, alam pun menjadi goyah, bumi bergetar, angin berhembus kencang, hujan batu sijil telah mengahancurkan sebuah kota Sodom di era Nabi Lut’h. Persitiwa tersebut merupakan kejadian esoteric, ketika alam tidak mampu menerima kediriannya, oleh karena perangai manusia (mikro kosmos) sebagai titik sentralnya alam semesta (makro kosmos) keluar dari titik keseimbangannya.
Simaklah firman Allah SWT dalam ayat 11 Surat Hud: “Malaikat berkata, Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?”
Bahwa yang menimpa kaum luth dalam sosio histrosinya Al-qur’an. Sebagai suatu keadaan, banyaknya manusia mati bergelimpangan karena hidup dalam keadaan hubungan sesama jenis (homoseksual), tidak lain sebagai peringatan “dini” akan terjadinya kiamat, andaikata manusia berbuat yang sekeji itu.
Dalam persitiwa monumental yang diabadikan dalam Al-qur’an tersebut, juga bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Al-qur’an cukup jelas menarasikannya: “isteri Nabi Lut’h, yang sehaluan dengan penduduk Sodom, memberitahukan kepada para lelaki Sodom tentang dua lelaki tampan di rumah Nabi Lut’h. Padahal dua laki-laki tampan itu tidak lain adalah malaikat yang sengaja berkunjung ke rumah Nabi Lut’h.”
Dan sesaat setelah kejadian itu, Istri Nabi Lut’h pun ditimpakan azab oleh Allah SWT, karena di negerinya ia menjadi pendukung homoseksual, padahal suaminya sedang giat-giatnya berdakwa akan terlaknatnya perbuatan demikian.Ingat! Istri Nabi Luth, bukanlah pelaku dari hubungan sesama jenis. Akan tetapi tidak tangung-tanggung, hukuman Tuhan pun datang kepadanya.
Artinya apa? Dalam konteks kekinian, walau peradaban dianggap sudah sedemikian modern, kendatipun anda bukan sebagai pelaku LGBT, tetapi dengan lancangnya anda selalu “berseloroh”, menjadi pembela para kaum LGBT. Maka siap-siaplah juga azab-Nya Tuhan akan datang menimpamu.
Tentu kita tidak mau, Tuhan dengan segera mendatangkan kiamatnya. Dikala merasa tabungan amal kita masih sedikit. Segeralah bertaubat bagi pelaku LGBT, itu bukan hak asasi, tetapi syahwat seksual yang telah menyimpang dari kodratinya.
Melegalkan LGBT dalam “hukum” negara, adalah pertanda stabilitas negara akan goyah dan kiamat yang sebenarnya boleh jadi segara akan datang, karena kita sendiri yang memintanya. Mari menolak LGBT, demi menghindari datangnya azab Allah SWT.*
Benarkan tuduhan para aktivis LGBT ini? saya kira dengan dalil apapun sungguh perbuatan mereka tidak dapat dibenarkan. Tatkalah menuduh orang-orang yang kontra dengan propagandanya, justeru merekalah yang gagal paham terhadap hakikat kediriannya.
Makro Kosmos
Sungguh kedirian manusia itu amatlah kecil dari seisi alam jagat raya ini. Sehingga, kebebasan kehendak yang dianugerahkannya, bukan kesempurnaan andaikata tidak disinkronkan dengan “akal”, yang sudah jauh hari Allah SWT sudah memberkahi dengan kelebihan yang demikian.
Jika para pendukung LGBT mengatakan sudah melakukan pengkajian terhadap ayat-ayat Tuhan. Lalu ditarik kesimpulan, tidak ada satu pun ayat yang menolak perbuatan mereka. It’s okey, kendati mereka salah dalam memahami esensi ayat-ayat Tuhan yang melarang perihal perbuatan itu.
Tapi harus diketahui tidak sembarang Allah SWT menarasikan sejarah kehancuran kaum Luth andaikata itu dibenarkan. Sebab mengapa? Kekuasaan Tuhan itu selalu ditunjukan dengan hasil ciptaan-Nya sendiri. Ia tidak menciptakan bumi saja sebagai tempat menghuni manusia, tetapi juga disandingkannya dengan langit yang menjadi atap bumi persada itu. Ia tidak menciptakan hanya daratan, tetapi Ia menyempurnakannya dengan lautan, samudera raya yang maha kaya, yang luasnya melebihi dari daratan itu. Bahkan waktu pun dibuat-Nya menjadi silih berganti, siang-malam, agar bisa menjadi tanda-tanda bagi para ulil albab (kaum yang berpikir).
Penekanannya pada frasa “ulil albab”. Diperintahkan kepada kita untuk berpikir agar bisa menjangkau hakikat dari segala tanda-tanda kekuasaan-Nya. Kalau para filsuf di zaman Yunani mendalilkan bahwa manusia adalah bahagian kecil dari pusat jagat raya ini. Maka perkataan itu merupakan “bukti dahsyat”, manusia hanyalah entitas terkecil (mikro kosmos) dari luasnya alam semesta (makro kosmos).
Dan kalau merasa sebagai bahagian terkecil saja. Maka perintah selanjutnya, kenalilah “kedirian” Tuhan itu melalui ciptaan-Nya. Para aktivis LGBT harusnya melakonkan peran ini, jangan hanya menerima mentah-mentah “proyek” asing dengan konsepsi hak asasi manusia. Bukankah hak asasi manusia itu sendiri sumbernya dari kekuatan maha dahsyat alam, sebagai asumsi natural yang harus dilidungi.
Sosio historis hak asasi sebagai sesuatu yang alami menjadi penting untuk kembali, kita menengok kebelakang sembari menelusuri awal mula “hak” itu terpancarkan dalam diri setiap manusia. Alam semesta akan menjadi hancur andaikata diwujudkan hanya dalam satu bentuk yang tidak ada pembandingnya.
Kalau ada daratan, maka ada lautan. Kalau ada bumi maka ada langit. Kalau ada matahari maka ada bulan. Kalau ada siang maka ada malam. Kalau ada laki-laki maka ada perempuan. Itu semua hakikatnya. Falsafah China turut membenarkannya; hanyalah dengan menyatunya “Ying” da “Yang” maka kesempurnaan itu akan tercapai. Dan kalau antar “Ying” saja ataukah “Yang” saja, maka hanyalah kefanaan (binasa) yang akan datang.
Sejarah Lut’h
Berpijak dari argumentasi di atas, sebagai alam pembangunan rasio penolakan legalisasi; Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Maka pada poin itu, alam pun menjadi goyah, bumi bergetar, angin berhembus kencang, hujan batu sijil telah mengahancurkan sebuah kota Sodom di era Nabi Lut’h. Persitiwa tersebut merupakan kejadian esoteric, ketika alam tidak mampu menerima kediriannya, oleh karena perangai manusia (mikro kosmos) sebagai titik sentralnya alam semesta (makro kosmos) keluar dari titik keseimbangannya.
Simaklah firman Allah SWT dalam ayat 11 Surat Hud: “Malaikat berkata, Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh, bukankah subuh itu sudah dekat?”
Bahwa yang menimpa kaum luth dalam sosio histrosinya Al-qur’an. Sebagai suatu keadaan, banyaknya manusia mati bergelimpangan karena hidup dalam keadaan hubungan sesama jenis (homoseksual), tidak lain sebagai peringatan “dini” akan terjadinya kiamat, andaikata manusia berbuat yang sekeji itu.
Dalam persitiwa monumental yang diabadikan dalam Al-qur’an tersebut, juga bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Al-qur’an cukup jelas menarasikannya: “isteri Nabi Lut’h, yang sehaluan dengan penduduk Sodom, memberitahukan kepada para lelaki Sodom tentang dua lelaki tampan di rumah Nabi Lut’h. Padahal dua laki-laki tampan itu tidak lain adalah malaikat yang sengaja berkunjung ke rumah Nabi Lut’h.”
Dan sesaat setelah kejadian itu, Istri Nabi Lut’h pun ditimpakan azab oleh Allah SWT, karena di negerinya ia menjadi pendukung homoseksual, padahal suaminya sedang giat-giatnya berdakwa akan terlaknatnya perbuatan demikian.Ingat! Istri Nabi Luth, bukanlah pelaku dari hubungan sesama jenis. Akan tetapi tidak tangung-tanggung, hukuman Tuhan pun datang kepadanya.
Artinya apa? Dalam konteks kekinian, walau peradaban dianggap sudah sedemikian modern, kendatipun anda bukan sebagai pelaku LGBT, tetapi dengan lancangnya anda selalu “berseloroh”, menjadi pembela para kaum LGBT. Maka siap-siaplah juga azab-Nya Tuhan akan datang menimpamu.
Tentu kita tidak mau, Tuhan dengan segera mendatangkan kiamatnya. Dikala merasa tabungan amal kita masih sedikit. Segeralah bertaubat bagi pelaku LGBT, itu bukan hak asasi, tetapi syahwat seksual yang telah menyimpang dari kodratinya.
Melegalkan LGBT dalam “hukum” negara, adalah pertanda stabilitas negara akan goyah dan kiamat yang sebenarnya boleh jadi segara akan datang, karena kita sendiri yang memintanya. Mari menolak LGBT, demi menghindari datangnya azab Allah SWT.*
Sumber Gambar: okezone.com |