Jumat, 06 November 2015

Ketika KPK Mengusik Dinasti Limpo


Hanya selang satu, dua jam pasca Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digawangi oleh KPK terhadap Dewie Yasin Limpo bersama kerabat dan temannya yang berinisial (BWA, Ir, YS, Dv, Ir, dan ST), broadcast pemberitaan tersebut akhirnya menjadi ramai di media sosial, mulai dari twitter, facebook, hingga via BBM. Satu persatu akun sosial media menyebarkan link dengan konten “OTT KPK terhadap Dewie Yasin Limpo.”

Ini bukan soal pejabat dari lapangan kekuasaan mana yang disasar ataukah diusik oleh KPK. Sebagai bahagian peristiwa, “seolah-olah” efek dendam DPR yang selalu melemahkan lembaga anti rasuah itu.

Dewie Yasin Limpo memang salah satu anggota DPR RI di Komisi VII. Tapi peristiwa OTT ini efek tindalnya bukan karena jabatan legislatifnya. Toh parlemen kita saat ini, oleh publik sudah terlanjur tidak memercainya lagi.

Mengusik Limpo 

Lantas apa kalau begitu? Causalitas politiknya, bukanlah karena Dia adalah salah satu anggota DPR dari Parpol pengusung Jokowi-JK. Tetapi lebih dari pada itu semua, karena Dewie Yasin Limpo merupakan keluarga dari tanah Bugis-Makassar yang boleh dikata besar pengaruh, dominasi dan hegemoni politiknya di tanah Sul-sel. Tak tanggung-tanggung, siapa sih yang tidak kenal dua saudara kandungnya, Syahrul Yasin Limpo dan Ichsan Yasin .Limpo, adalah tokoh politik yang masing-masing sudah terpilih dalam dua periode Pemilihan Kepala Daerah.

Lalu dengan sekonyong-konyong komisi anti rasuah itu, dengan beraninya mengusik dinasti Limpo. Tindakan hukum KPK ini, sungguh betapa besar efeknya yang akan menghadirkan “peradilan opini publik” dalam memobilisasi isu, lalu kemudian mengancam popularitas, kredibilitas, dan integritas seluruh keluarga Limpo. 

Sejatinya, KPK memang selalu berada dalam arena hukum due process of law, tetapi kondisi politiknya sulit dihindari manakalah KPK mempredeokan pejabat publik ternama. Baha gejala politik selalu menghantui para kerabat dari pejabat publik ternama: akankah ia masih disukai dan dipilih oleh rakyat pemilih nantinya?

Politik selalu berada dalam gerak probabilitas, serba kemungkinan yang kadang sulit diprediksi. Tetapi pada intinya, kasus korupsi kekerabatan yang menimpa Ratu Atut di Banten bisa menjadi pelajaran berharga bagi dinasti Limpo ke depannya. Dalam konteks ini terdapat dua pelajaran yang bisa dipetik atas efek tindal politik, ketika KPK mengusik dinasti dalam sentrum tindak pidana korupsi. 

Pertama, apakah tertangkapnya Dewie Yasin Limpo dalam kasus suap terkait ijon proyek keenergian, juga pada akhirnya akan menyeret beberapa keluarganya dalam lingkaran korupsi berjamaah? Kedua, mutatis-mutandis apakah peristiwa penangkapan terhadap Dewie Yasin Limpo ini akan menjatuhkan popularitas keluarga lainnya yang akan/dan sedang menjadi Calon Kepala Daerah?

Ilmu politik yang selalu menaruh rasa curiga berlebihan pada penegakan hukum, bahwa ada kalanya dengan jatuhnya salah satu keluarga di dinastinya dalam jurang korupsi, menjadi pertanda kekuatan politiknya melemah secara perlahan, dalam menangkal serangan lawan-lawan politiknya. Sehingganya, kasus dan borok kejahatannya di lingkaran kekuasaan pun akan terbuka secara perlahan.

Kondisi ini kemudian pada akhirnya juga mengonfirmasi, Dinasti Limpo yang sedang berjuang mengembalikan tahtanya di kabupaten Gowa akan mengalami hadangan maha berat dari lawan politiknya. Sebab bagaimana tidak! kampanye anti korupsi yang begitu massif dikalangan anak-anak hingga orang tua, bisa saja dijadikan senjata termutakhir untuk melumpuhkan keluarga Limpo. 

Inilah ujian yang harus ditanggung oleh para elit politik yang selalu menyandarkan ketenarannya karena darah bangsawannya. Di satu sisi memang menguntungkan, rakyat pemilih bisa langsung mengenalnya, karena keluarganya yang sudah meroket di pusaran kekuasaan, sehingga dengan begitu gampangnya, pemilih menjatuhan pilihan hanya karena mengenal nama dinastinya, tanpa perlu mengenal kinerja dan integritas. Namun di sisi lain, tunggu dulu! Sebab isu korupsi merupakan senjata mematikan, persepsi publik yang dibangun dalam dunia kecepatan informasi sepersekian detik, pada akhirnya pemilih yang mengenal keluarganya sebagai keluarga “korup”, justru akan meninggalkannya sebagai calon yang layak pilih. 

Soliditas Limpo

Hanyalah soliditas Limpo sendiri yang kini bisa mengembalikan popularitasnya di mata pulik, sehingga menjadi calon kepala daerah yang layak pilih. Kematangan Syahrul Yasi Limpo menjadi petarung tangguh di Pilgub Sulsel kemarin, hingga mampu meraih tahta kursi Gubernur dalam dua periode, bisa saja diturunkan untuk kemanakannya, Adnan yang kini sedang mencoba juga peruntungan guna mengikuti kejayaan ayahnya.

Kalau Syahrul Yasin Limpo bisa saja menghapus “memori publik” atas masa kelamnya, sehingga terbukti terpilih dalam dua periode. Maka bagi Adnan Ichsan Yasin Limpo untuk menangkal ketidaksukaan publik karena keluarganya yang terseret dalam pusaran korupsi. Isu demikian tidaklah terlalu sulit untuk diproteksi, manakalah Syahrul Yasin Limpo “turu gunung” dalam mengambil peran politik, untuk kemanakannya, cukup dengan slogan “don’t look my family”

Beranikah orang nomor satu Sul-Sel ini turut andil dalam merekatkan kembali soliditas dinastinya agar tidak menjadi tumbang pada akhirnya? Saya kira itu bukan tantangan yang berat bagi Adnan. Sebab melumpuhkan saja pasal pelarangan dinasti politik dalam UU Pilkada, hingga harus berjuang mati-matian sampai di Mahkamah Konstitusi, dirinya sudah menunjukan ketangguhan untuk menjaga marwah dinasti Limpo.

Pun titah “wakil Tuhan” saja atas nama Hakim Konstitusi, sudah menunjukan kalau persoalan dinasti bukan menjadi soal untuk maju sebagai Calon Kepala Daerah. Apalagi hanya dengan isu korupsi yang menyeret salah satu keluarga, toh tidak ada dasar hukumnya dalam UU Pilkada, kondisi itu bisa kemudian menjadi syarat agar digugurkan sebagai Calon Kepala Daerah.

Bahwa tindak pidana korupsi yang disangkakan terhadap salah satu keluarga Limpo, bukanlah pertanggungjawaban secara kolektif, yang harus ditanggung oleh seluruh kerabatnya. Itu penting dikampanyekan oleh Adnan sebagai calon Bupati Gowa. Sebab kalau tidak, lalu Adnan gagal menjadi pemenang di Kabupetan Gowa nanti, boleh jadi itulah pertanda akan jatuhnya satu persatu sayap Limpo di lingkaran kekuasaan. Mari kita tunggu!*

Sumber Gambar: makassar.tribunnews.com






Tidak ada komentar:

Posting Komentar