ERA kepemimpinan Danny bersama dengan Ical, ini merupakan pertama kalinya melewati pergantian akhir tahun. Di tengah banyaknya kritikan, masukan, dan keluhan yang menguji masa pemerintahannya. Tak kurang warga Makassar dari berbagai elemen, LSM, mahasiswa dan kalangan akademisi, banyak yang menyatakan tidak puas atas kinerja Wali Kota asal kelahiran Gorontalo itu.
Ada yang mengeluhkan suasana kota Makassar yang sudah tidak aman gara-gara aksi geng motor, kapan saja kelompok ini melakukan aksi; menjarah, merampok, hingga membunuh. Dan warga tidak lagi merasa aman untuk beraktifitas di malam hari.
Ada lagi, warga yang mengeluhkan lalu lintas kota Makassar masih tak kunjung kendaraan akan melaju dengan lancar, sebab beberapa titik selalu dilanda kemacetan.
Ada pula yang menyayangkan sikap wali kota yang tak karuan, cuek, menerima masukan dari beberapa warga, karena beberapa jalan di lorong Makassar mengalami kerusakan. Lalu pemerintah mengabaikannya.
Saat kota Makassar sedang memasuki musim hujan. Dipastikan masalah warganya akan bertambah lagi. Yaitu banjir yang sudah menjadi musiman dan senantiasa akan menenggalamkan beberapa daerah perumahan di kota ini.
Jika dicari akar penyebab terjadinya banjir, bukan karena kota Makassar berada di dataran rendah. Tetapi penyebab utamanya adalah drainase yang tidak lancar, sebagai akibat dari kota yang terbangun jauh dari syarat Perda tata ruang yang sudah diamanatkan. Banjir juga tak lepas penyebabnya, dari tumpukan sampah yang menutup saluran air.
Pertanyaannya, dalam situasi tersebut mampukah sang wali kota menyulap Makassar menjadi kota dunia (smart city) sebagaimana yang dijanjikannya dalam visi-misi politiknya dulu? Jawabannya adalah tidak semuda membalikkan telapak tangan, karena untuk sampai pada fase smart city bukanlah lompatan yang bisa melupakan sektor kesejahteraan masyarakat dahulu.
Tanpa masyarakatnya maju, sejahtera, dan fasilitas umumnya belum memadai, jangan pernah berharap ide smart city akan tercapai. Itu hanya akan menjadi angan-angan saja untuk selamanya, dalam periode pemerintahan ke depan Danny bersama Ical.
Ada yang menarik untuk menguji konsistensi Danny-Ical saat ini. Yaitu dalam fase pergantian tahun 2014, menuju awal tahun 2015. Mampukah slogan kebanggaan sang wali kota: MTR (Makassar Tidak Rantasa) dan Lisa (Liat Sampah Ambil) terealisasi bagi seluruh warga Makassar yang terkenal “phobia” dengan penyambutan tahun baru?
Jangan Rantasa
Kita tidak perlu mengukur keberhasilan tagline Makassar Tidak Rantasa dalam hari-hari pemerintah Danny-Ical yang telah terlewati. Sebab dengan takaran tersebut, secara kasat mata amat nihil untuk membuktikan kesuksesannya.
Masih banyak daerah, perumahan kumuh, hingga sudut kota terdapat sampah berseliweran dan berserakan dimana-mana. Bahkan sesuatu yang contradictio intermenis tat kala ada tertempel foto sang wali kota dengan anjuran menjaga Makassar agar tetap bersih, tetapi di bawah spanduk tersebut, justru terdapat sampah dari sisa botol minuman hingga bungkusan makanan.
Mari menagih janji wali kota dalam momentum pergantian tahun baru ini untuk benar-benar membuktikan kapasitasnya dalam mewujudkan kota Makassar, sebagai kota yang bersih. Beranikah Wali Kota dan Satuan Perangkat Kerja Daerahnya untuk terjun langsung dalam penyambutan tahun baru Makassar sebagai penyambutan tahun yang tidak menyebabkan kota menjadi kotor (rantasa)? Beranikah dalam waktu yang cepat, dengan sesegara mungkin sang wali kota mengeluarkan kebijakan “Tahun Baru Jangan Rantasa”?
Sebagai warga Makassar kita pasti menunggu terobosan tersebut. Walaupun hal itu akan menimbulkan protes dari berbagai pihak yang sudah terbiasa merayakan tahun baru dengan pesta meriah.
Perda Kebersihan
Sudah menjadi kelaziman bahwa setiap akhir tahun dalam menjemput tahun baru. Kalau di kota Makassar, pusat dan jantung kotanya; seperti pantai losari menjadi sentral berkumpulnya banyak warga. Tujuan semua warga berdatangan, adalah mereka sedang menanti detik-detik pergantian tahun dalam gegap gempita pesta kembang api.
Pengalaman dari tahun ke tahun. Dan ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi seperti awal tahun-tahun sebelumnya. Setiap selesai perhelatan pesta tersebut, saat fajar menyingsing. Apa yang dihasilkan dari perayaan tahun baru, kalau bukan hanya menyisakan serakan sampah dari sisa makanan, kantong plastik, botol minuman, dan tak ketinggalan sisa-sisa kembang api juga mengotori jalan raya.
Ini merupakan cerminan, jika mewjudkan kota Makassar tidak rantasa, lagi-lagi tidaklah semuda membalikan telapak tangan. Ataukah sulap ala sim salabim maka terwjudlah kemauan pada saat itu.
Dalam sehari saja, untuk memaksakan agar seluruh warga Makassar yang sedang merayakan penyambutan awal tahun. Agar tidak membuang sampah sembarangan di saat mereka pada berkumpul di jantung pusat kota, masih sulit untuk di taati. Apalagi menuntut semua warga Makassar agar membudayakan daerahnya tidak rantasa untuk selamanya. Pastinya jauh lebih rumit dan makin sulit rasanya untuk terealisasi.
Memang kita sudah memeliki regulasi berupa Perda Kebersihan, tetapi Perda yang menguatkan tagline MTR, nyatanya juga tidak berdaya. Perda tersebut justru menjadi aturan “mandul” karena banyak orang yang sering mengotori sudut-sudut jalan. Orang dengan senaknya membuang botol minuman di jalan saat berkendara. Satupun peelakunya tidak ada yang dikenakan sanksi. Padahal Perda kebersihan yang sudah diterbitkan itu, tegas bagi yang kedapatan membuang sampah di jalan raya dapat diadili dalam persidangan Tipiring (Tindak Pidana Ringan).
Sekarang, sudah saatnya pemerintah melalui produk politiknya yang bernama Perda kebersihan untuk ditunjukan kekuatannya. Bahwa tidak ada salahnya mereka yang hendak menggelar pesta akhir tahun. Silahkan berkumpul di pantai losari tapi jangan mengotorinya. Siapapun yang didapatkan membuang sampah bukan pada tempat yang disediakan, maka akan ditindak berdasarkan Perda kebersihan.
Dan Silahkan pula membakar petasan, menyemarakan suasana dalam pesta kembang api, tapi sisa sampah dari pesta, anda sendiri yang harus membersihkannya. Namun kalau memang tidak mampu membersihkan sampah karena gelar pesta meriah kalian, lebih baik merayakan tahun baru tanpa pesta. Sebab tanpa pesta tahun baru, justru Makassar akan lebih bersih. Makassar tidak akan menjadi rantasa.(*)
Ada yang mengeluhkan suasana kota Makassar yang sudah tidak aman gara-gara aksi geng motor, kapan saja kelompok ini melakukan aksi; menjarah, merampok, hingga membunuh. Dan warga tidak lagi merasa aman untuk beraktifitas di malam hari.
Ada lagi, warga yang mengeluhkan lalu lintas kota Makassar masih tak kunjung kendaraan akan melaju dengan lancar, sebab beberapa titik selalu dilanda kemacetan.
Ada pula yang menyayangkan sikap wali kota yang tak karuan, cuek, menerima masukan dari beberapa warga, karena beberapa jalan di lorong Makassar mengalami kerusakan. Lalu pemerintah mengabaikannya.
Saat kota Makassar sedang memasuki musim hujan. Dipastikan masalah warganya akan bertambah lagi. Yaitu banjir yang sudah menjadi musiman dan senantiasa akan menenggalamkan beberapa daerah perumahan di kota ini.
Jika dicari akar penyebab terjadinya banjir, bukan karena kota Makassar berada di dataran rendah. Tetapi penyebab utamanya adalah drainase yang tidak lancar, sebagai akibat dari kota yang terbangun jauh dari syarat Perda tata ruang yang sudah diamanatkan. Banjir juga tak lepas penyebabnya, dari tumpukan sampah yang menutup saluran air.
Pertanyaannya, dalam situasi tersebut mampukah sang wali kota menyulap Makassar menjadi kota dunia (smart city) sebagaimana yang dijanjikannya dalam visi-misi politiknya dulu? Jawabannya adalah tidak semuda membalikkan telapak tangan, karena untuk sampai pada fase smart city bukanlah lompatan yang bisa melupakan sektor kesejahteraan masyarakat dahulu.
Tanpa masyarakatnya maju, sejahtera, dan fasilitas umumnya belum memadai, jangan pernah berharap ide smart city akan tercapai. Itu hanya akan menjadi angan-angan saja untuk selamanya, dalam periode pemerintahan ke depan Danny bersama Ical.
Ada yang menarik untuk menguji konsistensi Danny-Ical saat ini. Yaitu dalam fase pergantian tahun 2014, menuju awal tahun 2015. Mampukah slogan kebanggaan sang wali kota: MTR (Makassar Tidak Rantasa) dan Lisa (Liat Sampah Ambil) terealisasi bagi seluruh warga Makassar yang terkenal “phobia” dengan penyambutan tahun baru?
Jangan Rantasa
Kita tidak perlu mengukur keberhasilan tagline Makassar Tidak Rantasa dalam hari-hari pemerintah Danny-Ical yang telah terlewati. Sebab dengan takaran tersebut, secara kasat mata amat nihil untuk membuktikan kesuksesannya.
Masih banyak daerah, perumahan kumuh, hingga sudut kota terdapat sampah berseliweran dan berserakan dimana-mana. Bahkan sesuatu yang contradictio intermenis tat kala ada tertempel foto sang wali kota dengan anjuran menjaga Makassar agar tetap bersih, tetapi di bawah spanduk tersebut, justru terdapat sampah dari sisa botol minuman hingga bungkusan makanan.
Mari menagih janji wali kota dalam momentum pergantian tahun baru ini untuk benar-benar membuktikan kapasitasnya dalam mewujudkan kota Makassar, sebagai kota yang bersih. Beranikah Wali Kota dan Satuan Perangkat Kerja Daerahnya untuk terjun langsung dalam penyambutan tahun baru Makassar sebagai penyambutan tahun yang tidak menyebabkan kota menjadi kotor (rantasa)? Beranikah dalam waktu yang cepat, dengan sesegara mungkin sang wali kota mengeluarkan kebijakan “Tahun Baru Jangan Rantasa”?
Sebagai warga Makassar kita pasti menunggu terobosan tersebut. Walaupun hal itu akan menimbulkan protes dari berbagai pihak yang sudah terbiasa merayakan tahun baru dengan pesta meriah.
Perda Kebersihan
Sudah menjadi kelaziman bahwa setiap akhir tahun dalam menjemput tahun baru. Kalau di kota Makassar, pusat dan jantung kotanya; seperti pantai losari menjadi sentral berkumpulnya banyak warga. Tujuan semua warga berdatangan, adalah mereka sedang menanti detik-detik pergantian tahun dalam gegap gempita pesta kembang api.
Pengalaman dari tahun ke tahun. Dan ini tidak menutup kemungkinan akan terjadi lagi seperti awal tahun-tahun sebelumnya. Setiap selesai perhelatan pesta tersebut, saat fajar menyingsing. Apa yang dihasilkan dari perayaan tahun baru, kalau bukan hanya menyisakan serakan sampah dari sisa makanan, kantong plastik, botol minuman, dan tak ketinggalan sisa-sisa kembang api juga mengotori jalan raya.
Ini merupakan cerminan, jika mewjudkan kota Makassar tidak rantasa, lagi-lagi tidaklah semuda membalikan telapak tangan. Ataukah sulap ala sim salabim maka terwjudlah kemauan pada saat itu.
Dalam sehari saja, untuk memaksakan agar seluruh warga Makassar yang sedang merayakan penyambutan awal tahun. Agar tidak membuang sampah sembarangan di saat mereka pada berkumpul di jantung pusat kota, masih sulit untuk di taati. Apalagi menuntut semua warga Makassar agar membudayakan daerahnya tidak rantasa untuk selamanya. Pastinya jauh lebih rumit dan makin sulit rasanya untuk terealisasi.
Memang kita sudah memeliki regulasi berupa Perda Kebersihan, tetapi Perda yang menguatkan tagline MTR, nyatanya juga tidak berdaya. Perda tersebut justru menjadi aturan “mandul” karena banyak orang yang sering mengotori sudut-sudut jalan. Orang dengan senaknya membuang botol minuman di jalan saat berkendara. Satupun peelakunya tidak ada yang dikenakan sanksi. Padahal Perda kebersihan yang sudah diterbitkan itu, tegas bagi yang kedapatan membuang sampah di jalan raya dapat diadili dalam persidangan Tipiring (Tindak Pidana Ringan).
Sekarang, sudah saatnya pemerintah melalui produk politiknya yang bernama Perda kebersihan untuk ditunjukan kekuatannya. Bahwa tidak ada salahnya mereka yang hendak menggelar pesta akhir tahun. Silahkan berkumpul di pantai losari tapi jangan mengotorinya. Siapapun yang didapatkan membuang sampah bukan pada tempat yang disediakan, maka akan ditindak berdasarkan Perda kebersihan.
Dan Silahkan pula membakar petasan, menyemarakan suasana dalam pesta kembang api, tapi sisa sampah dari pesta, anda sendiri yang harus membersihkannya. Namun kalau memang tidak mampu membersihkan sampah karena gelar pesta meriah kalian, lebih baik merayakan tahun baru tanpa pesta. Sebab tanpa pesta tahun baru, justru Makassar akan lebih bersih. Makassar tidak akan menjadi rantasa.(*)
Responses
0 Respones to "Tahun Baru Makassar (Jangan) Rantasa"
Posting Komentar