Secara pribadi, saya menunggu ini yang terjadi supaya pertarungannya
menjadi seru, PDIP sebagai partai tunggal mengusung Jokowi akan melawan
duet ARB dari partai gajah. Mari kita tunggu
Damang Averroes Al-Khawarizmi: Peneliti Republik Institute |
Sudah lebih dari cukup, tahun politik 2013 sebagai batu uji partai politik menatap kontestasi pemilihan legislatif dan pemilihan presiden 2014. Perlahan tapi pasti gambaran politik demikian kian hari sudah bisa diteropong. Berbagai lembaga dan rilis survei telah memberikan analisisnya untuk memprediksi peta politik 2014.
Satu dan lain hal mimpi semua elit politik dapat dikerucutkan dalam dua entri point pertama, bagaiamana partai politik lolos dari angka parliamentary threshold 3,5 %. Kedua, siapa saja calon presiden yang dapat tembus di angka presidentialy threshold 20 %, kalaupun tidak dipenuhi angka 20 % itu, maka parpol pengusung capres tidak ada cara lain harus memilih jalan koalisi.
Partai Politik
Pemilihan legislatif 2014 sudah dapat dipastikan akan menjadi ajang perebutan partai-partai besar, diantaranya PDIP dan Golkar. Dua parpol peninggalan orde baru itu mempunyai potensi besar untuk memenangi pemilihan legislatif.
PDIP yang sedari awal memilih berada di luar koalisi merupakan faktor penentu partai berlambang Banteng itu dimungkinkan banyak meraih simpati publik. Kesabaran PDIP menjadi partai oposisi dalam dua periode pemerintahan SBY wajar saja jika detik-detik kemenangan menuju senayan kian nyata di depan mata. Termasuk sikap berbeda fraksi PDIP mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah yang cenderung merugikan rakyat telah berhasil dikapitalisasi untuk mendulang suara nantinya.
Tidak sampai disitu, boleh dikata PDIP saat ini telah menjadi partai yang berhasil memunculkan kader-kader muda potensialnya seperti Pramono Anung, Rieke Dian Pitaloka, Budiman Sudjatmiko, hingga anak Mega sendiri Maharani.
Paling mengejutkan adalah munculnya nama Jokowi yang tidak hanya memberi efek positif buat partai. Namun setali tiga uang, Gubernur DKI Jakarta itu memiliki peluang besar ikut dalam kontestasi pencapresan 2014.
Selain itu, keuntungan lainnya adalah PDIP termasuk juga partai yang mana kadernya minim tersangkut korupsi plus peran Megawati meredam faksionalisasi ditubuh partai, yang membuat partai tersebut semakin kuat soliditasnya, tidak sulit baginya untuk lolos dari lubang jarum parliamentary threshold.
Kemudian PDIP selanjutnya dibuntuti oleh partai Golkar. Bahwa sulit dipungkiri dari sudut psikologi pemilih, apalagi Golkar merupakan partai yang sudah lama mengakar ke bawah menyebabkan ada banyak ceruk pemilih dimungkinkan akan kembali ke kendangnya yaitu memilih Golkar. Hanya saja Golkar tidak bisa mendulang kemenangan selayaknya PDIP, karena ARB yang telah didaulat sebagai Capres partai tidak mampu meredam konstituennya, hingga ada banyak kader ditubuh beringin berbahaya, akan pindah ke partai lain.
Sedangkan Partai Demokrat, kali ini akan jatuh terpelanting sulit baginya untuk mengulang kemenangan pada pemilu 2009. Satu-persatu kader Democrat yang telah menjadi pesakitan KPK menjadi faktor partai berlambang mercy biru itu tidak menarik lagi bagi calon konstituen. Konvensi capres yang digulirkan untuk mengembalikan citra dan elektabilitas partai hingga tahun sudah berganti, belum juga memberi insentif bagi partai. Lampu kuning sudah menyalah, kalau Partai Demokrat tidak hati-hati boleh jadi disalip oleh Partai Gerindra yang mana figur elektoralnya sudah cukup kuat hingga ke bawah.
Untuk partai islam, tidak sopan rasanya kalau saya mengatakan partai-partai yang berbasis ideology maupun massanya adalah islam hanya akan menjadi peserta “penghibur”. Sedikit saja tidak memanfaatkan waktu tiga bulan tersisasa ke depan parti islam bukan hanya akan menempati papan tengah, tapi terjungkil menjadi partai yang terancam di zona degradasi. Di sinilah angka Parliementary Threshold 3,5 % terlihat kalau benar akan menghajar partai-partai yang tergolong kelas menegah ke bawah. Derita ini menimpa partai islam disebabkan tidak adanya figur kuat sebagai pendulang suara, sampai kegagalan melakukan diferensiasi terhadap partai nasionalis, melalui transformasi ideologi di lingkup ceruk pasar pemilih.
Kemenangan partai politik menuju panggung senayan 2014 dengan demikian sangat ditentukan oleh kemampuan mengelolah sumber dayanya, baik itu kader maupun finansial partai, kemudian berhasil meredam gejolak eksternal adalah tanda-tanda parpol menuju pada sebuah kemenangan.
Calon Presiden
Untuk menentukan siapa calon presiden yang akan berlaga di pemilu nanti sulit dilepaskan dari peran partai. Mengajukan Capres suara partai harus mencapai suara 20%, kalau tidak cukup harus berkolisi guna memenuhi angka itu. Aturan ini harus diperhatikan oleh partai politik.
Potret elektabilitas calon presiden sampai saat ini dari berbagai rilis survei adalah nama Jokowi, yang menempati angka elektabilitas terlampau jauh dari calon presiden lainnya. Nama-nama yang membuntuti di belakang Jokowi antara lain Prabowo Subianto, Aburizal Bakri (ARB), Megawati Soekarno Putri, Wiranto, Mahfud, serta Dahlan Iskan.
Hanya saja kekuatan Jokowi yang terbilang besar terbuntut pada partai yang menaunginya. Tiket dan “kartu truf” majunya Jokowi ditentukan oleh sang ketua umum Megawati Soekarno Putri.
Hingga sekarang PDIP kelihatan masih setengah hati mendorong pencalonan Jokowi. Bahkan angin politik ada yang berhembus kalau Megawati hendak mencoba peruntungan yang terakhir kalinya melalui duet bersama Jokowi.
Durian runtuh akan diperoleh Capres yang memiliki elektabilitas di bawah Jokowi, jika sekiranya Jokowi tidak dimajukan sebagai capres 2014. ARB dan Prabowo yang dapat meraih “rezeki nomplok” apabila Jokowi tidak dicalonkan. Inilah tantangan yang diberikan kepada PDIP, untuk memenuhi hasrat rakyat yang ditunjukan melalui berbagai lembaga riset kalau sejatinya kader Jokowi merupakan calon dambaan di hati public. Sekaligus harapan besar bagi PDIP untuk memenangi pemilihan legislatif.
Akhirnya, tidak ada kebetulan dalam politik, tapi kebetulan adalah sebuah kemewahan, maju dan tidaknya Jokowi sebagai Capres tinggal menunggu waktu saja. Setelah itu jika benar-benar Jokowi maju, siap-siap lawan politiknya memanggul koalisi, mungkin ARB akan tandem dengan Prabowo dan partai lainnya seperti partai Demokrat, Partai NaSdem, dan sederet partai islam akan memberikan dukungan terhadap lawan Jokowi. Secara pribadi, saya menunggu ini yang terjadi supaya pertarungannya menjadi seru, PDIP sebagai partai tunggal mengusung Jokowi akan melawan duet ARB dari partai gajah. Mari kita tunggu.
Oleh:
Damang Averroes Al-Khawarizmi
Peneliti Republik Institute & Co-Owner negarahukum.com
Damang Averroes Al-Khawarizmi
Peneliti Republik Institute & Co-Owner negarahukum.com
Responses
0 Respones to "Meneropong Peta Politik 2014"
Posting Komentar