Asas yang berlaku dalam hukum perjanjian secara umum dipengaruhi oleh dua sistem hukum yang berpengaruh di dunia. Yakni sistem hukum civil law dan sistem hukum common law. Pada negara yang didominasi oleh sistem hukum common law asas perjanjiannya bertumpuh pada kepastian dan prediktibiltitas, sehingga lebih cenderung menggunakan asas kebebasan berkontrak. Sedangkan pada negara yang menggunakan ssitem hukum civil law bertumpuh pada tujuan hukum keadilan, maka tidak mengherankan jika asas yang mencolok di sini adalah asas itikad baik, dan kesepakatan (Pacta Sun Servanda). Berikut di bawah ini asas-asas umum hukum perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata:
Asas Pacta Sunt Servande
Asas yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, ialah semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir karena undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi perjanjian adalah sumber dari perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berbeda.
Asas Kebebasan Berkontrak.
Asas kebebasan berkontrak dasar hukumnya pada rumusan Pasal 1320 ayat 4 KUH Perdata yang berbunyi “suatu sebab yang tidak terlarang”.
Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu sebab yang terlarang, ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.
Pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang. Hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar Undang-Undang kesusilaan dan ketertiban umum saja yang dilarang.
Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu, sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak.
Asas Konsensualitas
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata kesepakatan.
Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia, memantapkan adanya kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.
Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan paksa, adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan, menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it).
Asas Pelengkap
Asas dalam Buku ke-III KUH Perdata, bahwa ketentuan Undang-Undang boleh tidak diikuti, dikesampingkan, menyimpang dari ketentuan Undang-Undang oleh para pihak yang berjanji.
Asas kepribadian
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata, pada umumnya tiada seorangpun dapat mengikatkan diri atas norma sendiri/minta ditetapkan suatu janji melainkan untuk diri sendiri.
Asas Obligatoir
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak, baru taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik, hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan.
Asas Pacta Sunt Servande
Asas yang diatur dalam Pasal 1338 KUH Perdata, ialah semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Merupakan konsekuensi logis dari ketentuan Pasal 1233 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa setiap perikatan dapat lahir karena undang-undang maupun karena perjanjian. Jadi perjanjian adalah sumber dari perikatan. Sebagai perikatan yang dibuat dengan sengaja, atas kehendak para pihak secara sukarela, maka segala sesuatu yang telah disepakati, disetujui oleh para pihak harus dilaksanakan oleh para pihak sebagaimana telah dikehendaki oleh mereka. Dalam hal salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakannya, maka pihak lain dalam perjanjian berhak untuk memaksakan pelaksanaannya melalui mekanisme dan jalur hukum yang berbeda.
Sumber:www.fapa.bu.edu.eg |
Asas kebebasan berkontrak dasar hukumnya pada rumusan Pasal 1320 ayat 4 KUH Perdata yang berbunyi “suatu sebab yang tidak terlarang”.
Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu sebab yang terlarang, ketentuan Pasal 1337 KUH Perdata yang menyatakan bahwa :
“Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum”.
Pada dasarnya semua perjanjian dapat dibuat dan diselenggarakan oleh setiap orang. Hanya perjanjian yang mengandung prestasi atau kewajiban pada salah satu pihak yang melanggar Undang-Undang kesusilaan dan ketertiban umum saja yang dilarang.
Sumber dari kebebasan berkontrak adalah kebebasan individu, sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kebebasan individu memberikan kepadanya kebebasan untuk berkontrak.
Asas Konsensualitas
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata, pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kata kesepakatan.
Berlakunya asas konsensualisme menurut hukum perjanjian Indonesia, memantapkan adanya kebebasan berkontrak. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat dapat dibatalkan.
Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan paksa, adalah Contradictio interminis. Adanya paksaan, menunjukkan tidak adanya sepakat yang mungkin dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pilihan kepadanya, yaitu untuk setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud, atau menolak mengikatkan diri pada perjanjian dengan akibat transaksi yang diinginkan tidak terlaksana (take it or leave it).
Asas Pelengkap
Asas dalam Buku ke-III KUH Perdata, bahwa ketentuan Undang-Undang boleh tidak diikuti, dikesampingkan, menyimpang dari ketentuan Undang-Undang oleh para pihak yang berjanji.
Asas kepribadian
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1315 KUH Perdata, pada umumnya tiada seorangpun dapat mengikatkan diri atas norma sendiri/minta ditetapkan suatu janji melainkan untuk diri sendiri.
Asas Obligatoir
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak, baru taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja, belum memindahkan hak milik, hak milik baru berpindah apabila dilakukan dengan perjanjian yang bersifat kebendaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar