Sabtu, 02 Februari 2013

Rontoknya Mesin Elektoral PKS

Aksi KPK yang membuntuti AF (Ahmad Fathanah), sebagai orang dekat Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) hingga menerima uang dari PT. Indo Guna Utama dari Juar Effendi (JE) dan Abdi Arya Effendi (AAE)  di Kantor PT Indoguna Utama. Akhirnya berbuah hasil pada 29 Januari 2013 pukul 20.20. Setelah AF benar-benar menerima uang dari Direktur PT Indoguna. KPK-pun menangkap AF.  Dan Pada pukul 22.30 WIB, KPK juga menangkap JE dan AAE di kawasan Cakung, Jakarta Timur.

Uang satu  miliar yang sudah ada di tangan AF dan buku tabungan mandiri kemudian menjadi indikasi bahwa, JE dan AAE sebagai tersangka yang akan melakukan penyuapan terhadap petinggi Partai Keadilan Sejahtera itu melalui AF orang dekat LHI. Berdasarkan penggalian keterangan KPK dari ketiga orang tersebut, bahwa JE dan AAE sebagai pihak dari perusahaan pengimpor daging, akan melakukan penyuapan terhadap petinggi PKS untuk melancarkan usaha bisnisnya dalam menguasai pemasukan daging impor. Hanya untuk perusahaannya saja mendapat kuota izin impor daging sapi dalam  jumlah yang banyak. LHI diduga kuat akan menggunakan pengaruhnya sebagai Presiden Partai Keadilan Sejahtera sekaligus sebagai anggota DPR Komisi I, untuk mengintervensi pihak-pihak yang berwenang mengatur impor daging sapi.

Kemudian,   30 Januari 2013 pukul 20.00 WIB, KPK mengumumkan tiga orang yang tertangkap dan Luthfi Hasan Ishaaq sebagai tersangka. Pada malam itu juga, pukul 23.30 WIB, KPK menjemput LHI untuk diperiksa. Menurut KPK, ada dua alat bukti yang mengindikasikan keterlibatan LHI.

Sebagaimana dalam  gelar perkara yang dilakukan oleh KPK tersebut. Johan Budi mengurai bahwa alat bukti yang dimiliki KPK untuk menjerat LHI tidak hanya diperoleh saat operasi tangkap tangan. KPK telah mengumpulkan bukti sebelum operasi itu. Sebab, KPK telah lama mengikuti pergerakan AF. Salah satu bukti adalah pertemuan LHI dan FH terkait pemberian uang suap tersebut. Informasi dari KPK juga menyebutkan, ada komitmen Rp 40 miliar yang diduga dijanjikan kepada LHI. Komitmen itu dihitung dari banyaknya kuota daging yang diizinkan dikalikan dengan Rp 5.000 Per kilogram daging. Uang Rp 1 miliar yang disita dari proses tangkap tangan KPK diduga sebagai uang muka dari komitmen Rp 40 miliar tersebut.

Dibalik Aksi KPK, lembaga anti rasuah itu dalam “penjemputan paksa”. Terhadap Presiden partai bulan sabit kembar itu. Ramalan  para pengamat politik bukan sekeder ramalan yang “nyeleneh”.

Saat awal mengawali tahun baru, dikatakan oleh para pengamat politik. Bahwa tahun  2013 sebagai tahun yang penuh intrik, tahun kritis, tahun serang-menyerang, tahun politik saling sandera, tahun korupsi. Dan tak sungkan-sungkan, prediksi politik fenomenal. Menobatkan sebuah partai yang dikenal sebagai partai yang bersih dan peduli. Akhirnya terancam juga dalam tubir jurang kehancuran. Seperti partai lainnya. Sebut saja misalnya Partai Demokrat yang sudah “betah” dengan topan badai korupsinya. Dan  PKS juga dilanda sunami besar impor daging sapi.

Dalam menganalisis pelaku korupsi di bidang politik. Terutama yang terkait dengan political corruption. Ada dua ranah yang menyentuhnya. Ranah pertama adalah ranah hukum yang berbicara pada wilayah kebenaran empirik. Ranah kedua adalah ranah politik dengan memakai pendekatan kebenaran logis. Dalam konteks ini  politik kadang jauh lebih kejam menghakimi seorang sebagai pelaku korupsi. Dibandingkan ranah hukum yang harus membutuhkan waktu, sembari menunggu putusan pengadilan yang inkra.

Karena itu, tindakan yang diambil oleh LHI kemarin, di depan gedung KPK. Langsung menyatakan mengundurkan diri. Adalah langkah dan tindakan yang tepat, sebagai petinggi partai. Untuk mengembalikan kepercayaan para kader dan simpatisannya. Kendatipun kader-kadernya mungkin juga kaget, bahkan tidak menyangka. Petingginya terseret juga dalam pusaran korupsi. Sungguh sebuah bencana bagai badai sunami, yang tidak pernah disangka-sangka. Langsung menyeret dan meluluhlanthakan slogan PKS yang dikenal “bersih korupsi, mulia, dan sikap pedulinya.”

Memang, tidak ada yang bisa menafikan siapapun dapat terjerat dalam pusaran kejahaan extra ordinary crime tersebut. Keran korupsi ibarat sebuah naluri yang dapat menyebarkan virus kemana-mana. Tak kenal tokoh agama, uztads, kyai, ulama. Apalagi partai politik yang hanya memperoleh image “bersih dari korupsi” karena bentukan media dan opini public semata.

Lagi-lagi wilayah bersih korupsi. Ibarat iman yang melandasinya, sehingga kejujuran hanyalah ukuran Tuhan dan pribadi manusianya saja. Adapun kalau manusia yang mengukur itu hanya pengklaiman sepihak. Misalnya sebagai orang yang pantas mendapat “peluang surgawi”. Maka tepatlah senandung lirih seorang intelektual besar Mesir, Muhammad Abduh,  “Audzubillah min alsiyasah wa al-siyasiyyin” (Saya berlindung dari godaan politik dan kaum politisi).

Ceruk pasar pemilih PKS menuju 2014, akan teruji dalam menjemput pemilu sekitar satu tahun setengah ke depan. Karena harapan memilih partai intelektual bersih. Kini diserang pucuk pimpinannya dalam hantaman badai sunami korupsi impor daging sapi.

Patut dicatat dan diketahui bahwa kemenangan PKS sebagai partai Islam. Dalam pemilu 2009 mendulang suara sekitar 7.788 % (57 kursi DPR). Semua berasal dari kelompok pemilih kalangan elit, pemilih rasional. Yang jika dikalkulasi rata-rata kelompok demografinya berada di daerah perkotaan. Kelompok jenis ini adalah ceruk pasar pemilih yang gampang pindah dan jatuh cinta ke lain hati. Lebih tepatnya, basis elektoral PKS juga banyak dihuni oleh massa mengambang (swing voters). Jadi sedikit saja mengalami kekecewaan, bisa saja mencari partai alternatif. Kalaupun itu tidak ada partai yang dapat memenuhi aspirasi “hatinya”. Kemungkinan besar akan memilih Golput. Sepertinya, jika PKS kalau tidak cepat berbenah diri. Partai padi yang diapit oleh dua blan sabit ini. Akan semakin suram, rontok, dan buram masa depannya di 2014 nanti.
Jadi, pasca penetapan LHI sebagai tersangka oleh KPK. PKS yang dikenal sebagai partai dakwah harus berani melakukan terobosan radikal. Guna mengembalikan marwah partainya. Dan satu lagi, para elit PKS, jika ingin membuktikan dirinya sebagai partai bersih dari korupsi. Saat ini jangan menutupi kasus yang menimpa petingginya. Kalau memang sebagai partai yang selalu digemborkan sebagai partai jujur.

Seyogianya Hidayat Nurwahid tidak perlu mengatakan: “bahwa penangkapan LHI oleh KPK, KPK telah diskriminatif dan tebang pilih.” Karena “satu kata” dalam politik. Bisa menjadi senjata tajam yang akan memakan tuannya sendiri. Bahkan  dapat melucuti jantung kredibiltas partai politik itu.

Bukankah, juga kita semua tahu bahwa saat ini. Publik lebih percaya (trust) pada KPK dari pada partai politik ?. kita bisa membuka mata bahwa sunami korupsi yang hampir melanda semua partai politik. KPK akhir-akhir ini terkesan sebagai pahlawan.

Di atas semua itu, patut disadari sat ini. Semua partai politik berada dalam pusaran korupsi. Adalah imbas dari partai poitik yang berbiaya mahal. Terutama dalam biaya spending kampanye yang tinggi. Sebagai partai politik yang kepengen besar. Hendak menjadi peringkat tiga di pemilu 2014 nanti. Jelas menaruh “tabungan harapan”. Dari nasabah, kader-kadernya yang berada dalam pos-pos setiap jabatan legislatif dan eksekutif.

Dalam situasi tersebut, mungkin saja tidak salah. Kalau kita menilai jika mantan petinggi PKS. LHI memainkan proyek impor dagang sapi. Untuk kepentingan partai bulan sabit kembarnya.

Dana anggaran partai politik dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, saat ini memang tidak  ditegaskan audit terhadap setoran Caleg. Karena mungkin saja para elit politik sengaja menciptakan regulasi yang remang-remang. Agar mereka semua, semakin senang bermain dalam keremangan.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar