Pada pertemuan sebelumnya saya telah mengemukakan bahwa yang menjadi pegangan kita dalam mencari defenisi perihal subjek hukum adalah apa yang dikemukakan oleh Van Apeldoorn.
Menurutnya subjek hukum adalah setiap orang yang mempunyai kemampuan (cakap/ legal capability) untuk memegang hak. Namun tidak semua orang yang memiliki hak tersebut dapat melakukan perbuatan hukum. Artinya manusia kemudian dikatakan sebagai subjek hukum adalah bentukan hukum. Demikian halnya dengan kemampuan orang untuk melakukan perbuatan hukum adalah hukum yang memberikannya.
Lantas
dimana pentingnya “peristiwa hukum” dipelajari adalah karena terkait dengan hak
dan kewajiban dari subjek hukum itu. Misalnya pengakuan oleh hukum atas kepemilikan
seseorang terhadap barang (benda). Makanya jika terjadi perebutan hak milik itu
baik melalui pencurian, pemerasan, penipuan misalnya. Maka hukum kemudian
mengaturnya sebagai peristiwa yang harus diatur oleh hukum.
Fakta
hukum adalah fakta yang diatur oleh hukum. Jadi dimisalkan seorang yang
kehilangan sepeda motor kemudian hilang tanpa sepengatahuannya maka fakta yang
diatur oleh hukum itu adalah pencurian. Berbeda halnya kalau misalnya motor itu
dipinjam oleh orang yang dikenal kemudian tidak dikembalikan pada waktunya maka
fakta hukumnya (fakta yag diatur oleh hukum) adalah penggelapan.
Tidak
semua fakta adalah fakta hukum, ada fakta yang termasuk sebagai fakta biasa
saja yang bukan wilayah yang diatur oleh hukum, misalnya dalam sebuah
perusahaan terjadi kerugian karena salah urus atau salah prediksi sehingga
terjadi kerugiaan terhadap perusahaan, kemudian karyawan melaporkan hal itu ke
kepolisian, maka polisi tidak dapat melakukan upaya hukum misalnya penangkapan
karena kasus tersebut bukanlah fakta hukum, melainkan fakta biasa. Berbeda halnya
jika terjadinya kerugian karena seorang direksi yang melakukan penyalahgunaan
keuangan maka hal itu bisa saja dikategorikan sebagai fakta hukum.
Menurut
Paton (Peter Mahmud Marzuki: 2012)
mengemukakan bahwa fakta hukum itu terbagi atas fakta yang terjadi karena
kehendak manusia (fakta yang berada dalam kendali manusia) dan fakta yang
terjadi karena peristiwa (fakta yang terjadi diluar kehendak manusia).
Berdasarkan
isinya maka peristiwa hukum dapat terjadi dengan berbagai macam cara:
1. Karena
keadaan tertentu misalnya seorang yang karena keadaannya sakit jiwa (gila)
sehingga oleh pengadilan ditempatkan di bawah pengampuan.
2. Karena
keadaan alam misalnya seorang pengantar surat mengendarai motor melakukan
pekerjaannya dalam rangka mengantar surat, namun di tengah perjalanan kemudian
pengantar surat itu ditimpa pohon yang tumbang sehingga pengantar surat itu
meninggal menyebabkan perusahaan tempatnya bekerja membayarkan asuransi dan
tunjangan terhadap keluarga yang ditinggalkannya.
3. Karena
keadaan fisik misalnya kerena kelahiran sehingga orang yang lahir tersebut
harus dicatatkan namanya melalui akta kelahiran, demikian halnya dengan
kematian. Termasuk juga batas “dewasa” (meerderjarig)
merupakan peristiwa yang terjadi karena keadaan fisik sehingga setelah dewasa
ia sudah dapat melakukan perbuatan hukum.
Orang
yang gila, pohon yang tumbang, kelahiran dan kematian sebenarnya peristiwwa
biasa. Namun karena peristiwa itu berkaitan dengan hak dan kewajiban subjek hukum,
peristiwa itu menjadi peristiwa hukum. Dengan demikian kalau subjek hukum adalah
bentukan hukum begitu halnya dengan peristiwa hukum juga adalah bentukan hukum.