Dalam KUHpdt (BW) tidak diatur secara khusus apa
yang dimaksud berakhirnya perikatan, tetapi yang diatur dalam Bab IV buku III
BW hanya hapusnya perikatan. Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara
hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:[1]
- Pembayaran.
- Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
- Pembaharuan utang (novasi).
- Perjumpaan utang atau kompensasi.
- Percampuran utang (konfusio).
- Pembebasan utang.[2]
- Musnahnya barang terutang.
- Batal/ pembatalan.
- Berlakunya suatu syarat batal.
- Dan lewatnya waktu (daluarsa).
Terkait dengan Pasal 1231 perikatan yang lahir
karena undang-undang dan perikatan yang lahir karena perjanjian. Maka
berakhirnya perikatan juga demikian. Ada perikatan yang berakhir karena
perjanjian seperti pembayaran, novasi,
kompensasi, percampuran utang, pembebasan utang, pembatalan dan
berlakunya suatu syarat batal. Sedangkan
berakhirnya perikatan karena undang–undang diantaranya; konsignasi,
musnahnya barang terutang dan daluarsa.
Agar berakhirnya perikatan tersebut dapat terurai
jelas maka perlu dikemukakan beberapa item
yang penting, perihal defenisi dan
ketentuan-ketentuan yang mengaturnya sehinga suatu perikatan/ kontrak dikatakan
berakhir:
Pembayaran
Berakhirnya kontrak
karena pembayaran dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1382 BW sampai dengan Pasal 1403 BW.
Pengertian pembayaran dapat ditinjau secara sempit dan secara yuridis tekhnis.
Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang
oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk
uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak
hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter,
tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
Suatu maslah yang sering muncul dalam pembayaran
adalah masalah subrogasi. Subrogasi adalah penggantian hak-hak siberpiutang
(kreditur) oleh seorang ketiga yang membayar kepada siberpiutang itu. Setelah
utang dibayar, muncul seorang kreditur yang baru menggantikan kreditur yang
lama. Jadi utang tersebut hapus karena pembayaran tadi, tetapi pada detik itu
juga hidup lagi dengan orang ketiga tersebut sebagai pengganti dari kreditur
yang lama.
Konsignasi
Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran
yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai
atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang
atau barangnya di pengadilan.
Novasi
Novasi diatur
dalam Pasal 1413 Bw s/d 1424 BW. Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu
perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan,
yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan
suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
- Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya. Novasi ini disebut novasi objektif.
- Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya (ini dinamakan novasi subjektif pasif).
- Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya (novasi subjektif aktif)
Kompensasi
Kompensasi atau perjumpaan utang diatur dalam Pasal 1425
BW s/d Pasal 1435 BW. Yang dimaksud dengan kompensasi adalah penghapusan
masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat
ditagih antara kreditur dan debitur (vide:
Pasal 1425 BW). Contoh: A menyewakan rumah kepada si B seharga RP 300.000
pertahun. B baru membayar setengah tahun terhadap rumah tersebut yakni RP
150.000. Akan tetapi pada bulan kedua A meminjam uang kepada si B sebab ia
butuh uang untuk membayar SPP untuk anaknya sebanyak Rp 150.000. maka yang
demikianlah antara si A dan si b terjadi perjumpaan utang.
Konfusio
Konfusio
atau
percampuran utang diatur dalam Pasal 1436 BW
s/d Pasal 1437 BW. Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang
yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (vide: Pasal 1436). Misalnya si debitur
dalam suatu testamen ditunjuk sebagai
waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam
suatu persatuan harta kawin.