Ehrenzweigh menjadikan Freud sebagai titik pusat untuk mengupas semua pemikiran tentang hukum, Freud diterimanya sebagai seorang yang telah mampu menelanjangi apa yang sebetulnya selama ini diperdebatkan di kalangan para teoritisi, sehingga menghasilkan berbagai jenis aliran dan pendekatan dalam ilmu hukum, dengan menggunakan psycoanalysis, mengaitkan dengan persoalan superego, ego, Ehrenzweigh mengupas soal keadilan, kesalahan dalam hukum perdata dan pemidanaan.
Di bawah ini dikutip beberapa defenisi psikologi hukum yang terdapat dalam berbagai literatur, yaitu:
1. Sebagai suatu pencerminan dari perilaku manusia (human behaviour). (Sorjono Soekanto,1989; R. Ridwan Syahrai,1999; Bernard Arief Sidharta, 2000; Soedjono Dirdjosuwiryo,2001; Sudarsono, 2001; Soeroso, 2004; Munir Fuady, 2006).
2. Sebagai bentuk pelayanan psikologi yang dilakukan dalam hukum meliputi Psycho-Legal Issue, pendampingan di pengadilan dan prilaku kriminal (The Commite On Etnical Guidelines For Forensic Psychology dalam Rahayu: 2003, hal. 3)
3. Meliputi legal issue; penelitian dalam kesaksian, penelitian dari pengambilan keputusan yuri dan hakim, begitu pula di dalam kriminologi untuk menentukan sebab-sebab, langkah-langkah preventif, kurasif, perilaku kriminal dan pendampingan di pengadilan yang dilakukan oleh para ahli di dalam pengadilan (Blackburn: 1996)
4. Meliputi aspek perilaku manusia dalam proses hukum, seperti ingatan saksi, pengambilan keputusan hukum oleh yuri, dan pelaku kriminal (Curt R. Bartol:1983)
5. Suatu pendekatan yang menekankan determinan-determinan manusia dari hukum, termasuk dari perundang-undangan dan putusan hakim, yang lebih menekankan individu sebagai unit analisisnya. Perhatian utama dari kajian psikologi hukum yaitu lebih tertuju pada proses penegakan hukum (saksi mata, tersangka/terdakwa, korban kriminal, jaksa penuntut umum, pengacara hakim dan terpidana).
6. Psikologi hukum adalah suatu kajian tentang sifat, fungsi, dan perilaku hukum dari pengalaman mental dari individu dalam hubungannya dengan berbagai fenomena hukum (pengertian ini didasarkan pada defenisi psikologi sosial oleh Edward E. Jones: 1996)
7. Cabang metode studi hukum yang masih muda, yang lahir karena kebutuhan dan tuntutan akan kehadiran psikologi dalam studi hukum, terutama sekali bagi praktik penegakan hukum, termasuk untuk kepentingan pemeriksaan di muka sidang pengadilan. (Ishaq: 2008, 241).
8. Cabang ilmu hukum (pengembanan hukum teoritis/sistem hukum eksternal; sudut pandang hukum sebagai pengamat) yang bertujuan untuk memahami hukum dari sudut pandang psikologi dengan menggunakan pendekatan/sudut pandang psikoanalisis, psikologi humanistik dan psikologi perilaku (empirik). (Meuwissen dalam Sidharta: 2008)
9. psychology and law is a relatively young field of scholarhip. Connceptualized broadly, the field encompases diverse approaches to psychology. Each of major psychologycal subdivisions has contributed to research on legal isues: cognitive (e.g. eyewitnes testimony), developmental (e.g., children testimony), social (e.g., jury behavior), clinical (e.g, assesment of competence), biological (e.g, the polygraph), and industrial organizational psychology (e.g, sexual harassment in the workplace). (Encyclopedia of Psychology & Law: 2008)
10. legal psychology involves empirical, psychology research of the law, legal institution, and people who come into contant with the law. Legal psychologist typically take basic social and cogniive theories and principles and apply them to issues in the legal system such as eyewitness memory, jury decision-making, investigations, and interviewing. The term ” legal psychology” has only recently come into usage, primarily as a way to differentiate the exprimental focos of legal psycholgy from the clinically-oriented forensic psychology. (Wikipedia, The Free Encyclopedia)
Responses
0 Respones to "Psikologi Hukum"
Posting Komentar